Segala
sesuatu yang ada di dunia ini tidak akan lepas dari sejarah. Begitu pula dengan
kitab suci umat Islam yang umum disebut dengan Alquran. Adapun sejarah mengenai
Alquran itu meliputi penyebutan kata “Alquran”, mengenai turunnya Alquran,
mengenai pembukuan Alquran, dan lain sebagainya yang akan sedikit dijelaskan di
bawah ini.
a.
Wahyu
Secara etimologi, wahyu (الوحي) adalah kata masdar yang mana, materi
katanya menunjukkan dua pengertian dasar, yaitu: tersembunyi dan sepat.
Sedangkan, secara terminologinya yakni isyarat cepat yang terjadi melalui
pembicaraan yang berupa rumus dan lambing, dan terkadang melalui suara saja,
terkadang pula melalui isyarat dengan sebagian anggota badan.
Adapun pengertian wahyu dalam arti bahasa itu bisa meliputi:
1.
Ilham
sebagai bawaan dasar manusia, seperti wahyu terhadap ibu Musa:
وَأَوْحَيْنَا إِلَى
أُمِّ مُوسَى أَنْ أَرْضِعِيهِ
Dan
Kami ilhamkan kepada ibu Musa
2.
Ilham yang berupa naluri dalam binatang, seperti wahyu kepada
lebah:
وَأَوْحَى رَبُّكَ
إِلَى النَّحْلِ أَنِ اتَّخِذِي مِنَ الْجِبَالِ بُيُوتًا وَمِنَ الشَّجَرِ وَمِمَّا
يَعْرِشُونَ
Dan
Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: "Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di
pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia".
3.
Isyarat yang cepat melalui rumus dank ode, seperti isyarat Zakaria
yang diseritakan Alquran:
فَخَرَجَ عَلَى قَوْمِهِ
مِنَ الْمِحْرَابِ فَأَوْحَى إِلَيْهِمْ أَنْ سَبِّحُوا بُكْرَةً وَعَشِيًّا
Maka
ia keluar dari mihrab menuju kaumnya, lalu ia memberi isyarat kepada mereka;
hendaklah kamu bertasbih di waktu pagi dan petang.
4.
Bisikan dan tipudaya setan untuk menjadikan yang buruk kelihatan
indah dalam diri manusia:
وَلا تَأْكُلُوا مِمَّا
لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ وَإِنَّ الشَّيَاطِينَ لَيُوحُونَ
إِلَى أَوْلِيَائِهِمْ لِيُجَادِلُوكُمْ وَإِنْ أَطَعْتُمُوهُمْ إِنَّكُمْ لَمُشْرِكُونَ
Dan
janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika
menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan.
Sesungguhnya setan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah
kamu; dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi
orang-orang yang musyrik.
5.
Apa yang disampaikan Allah kepada para malaikatnya berupa suatu
perintah untuk dikerjakan.
إِذْ يُوحِي رَبُّكَ
إِلَى الْمَلائِكَةِ أَنِّي مَعَكُمْ فَثَبِّتُوا الَّذِينَ آمَنُوا سَأُلْقِي فِي
قُلُوبِ الَّذِينَ كَفَرُوا الرُّعْبَ فَاضْرِبُوا فَوْقَ الأعْنَاقِ وَاضْرِبُوا مِنْهُمْ
كُلَّ بَنَانٍ
(Ingatlah), ketika
Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku bersama kamu,
maka teguhkanlah (pendirian) orang-orang yang telah beriman". Kelak akan
Aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir, maka penggallah
kepala mereka dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka.
Sedangkan, wahyu Allah kepada para Nabi secara syara’
yakni kalam Allah yang diturunkan kepada seorang Nabi baik melalui perantara
atau tidak. Adapun perbedaan antar wahyu dengan ilham adalah bahwa ilham adalah
intuisi yang diyakini jiwa sehingga terdorong untuk mengikuti apa yang
diminta tanpa mengetahui dari mana
datangnya.
Wahyu Allah yang berupa Alquran diturunkan melalui beberapa proses. Manna’ Qattan menyebutkan bahwa cara
turunnya wahyu Allah yang berupa Alquran kepada jibril dengan beberapa pendapat[1]:
1.
Jibril menerimanya secara pendengaran dari Allah dengan lafadz
yang khusus
2.
Jibril menghafalnya dari lauhul mahfud
3.
Makna Alquran disampaikan kepada Jibril, sedang lafadznya adalah
lafadz jibril atau lafadz Muhammad SAW
Pendapat pertama itu yang lebih benar dan pendapat itu
yang dijadikan pegangan oleh AhlusSunnah Wa al Jama’ah serta diperkuat oleh
hadis Nawas bin Sam’an.
فُصّل القرآن من الذكر فوُضع فى بيت العزة من السماء
الدنيا فجعل جبريل ينزل به على النبي صلّى الله عليه وسلّم.
Adapun proses turunnya wahyu Allah
kepada Rosul terdapat dua macam cara:
1. Melalui Jibril
Cara ini juga terdapat dua bentuk:
A. Datang suara seperti dencingan lonceng dan suara yang
sangat kuat yang mempengaruhi faktor-faktor kesadaran.
B. Malaikat menjelma sebagai seorang laki-laki yang
berbentuk manusia
2. Tanpa melalui perantara. Diantaranya ialah; mimpi yang
benar dalam tidur dan kalam ilahi di balik tabir seperti hal yang terjadi pada
Nabi Musa.
b.
Nama
Alquran
Mengenai asal usul nama Alquran ini terdapat
beberapa pendapat:
Imam Syafi’i berpendapat bahwa lafadz Alquran
yang dita’rifkan orang dengan “al”, tidaklah diambil dari satu kata lain dan
tidak pula berhamzah. Dia adalah nama alamiyah bagi wahyu yang Allah turunkan
kepada Nabi Muhammad SAW. Jelasnya, Imam Syafi’i berpendapat bahwa Alquran
tidak berasal dari “qara’tu” pastilah segala yang dibaca manusia dapat dibaca
Alquran.
Abu Hasan al Asy’ari berpendapat bahwa kata
Alquran diambil dari kata “qarana” yang berarti “menggabungkan sesuatu dengan
yang lain.” Kemudian kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad dinamai
Alquran, mengingat surat-surat Alquran, ayat-ayat dan huruf-hurufnya
beriring-iringan dan yang satu digabungkan dengan yang lain.
Al Zajjad, pengarang kitab Ma’ani al Quran,
memiliki pendapat lain lagi, yaitu bahwa kata qur’an adalah sewazan dengan
“fu’lan”, yakni harus dibaca dengan berhamzah (yaitu “qur’an”) yang diambil
dari kata “qar-i” atau “qar-un” yang berarti mengumpulkan. Dan wahyu Allah yang
disampaikan kepada Muhammad SAW disebut Alquran ialah karena di dalamnya itu
dikumpulkan inti ajaran-ajaran kitab suci yang telah lalu.
Dalam persoalan asal usul kata Alquran, al
Jahidh berkata, “Allah menanamkan kitabNya dengan nama yang berlainan dengan
nama-nama yang diberikan orang-orang Arab, baik secara jumlah maupun secara
tafsil. jumlah kalam tersebut dinamakan Alquran, sedangkan orang Arab menamakan
kumpulan syairnya dengan qasidah.
Alquran juga memiliki nama-nama lain yang
cukup banyak yang termaktub dalam Alquran itu sendiri. seperti al dzikr, al
furqan al kitab dan al tanzil. Diantara nama-nama dalam Alquran tersebut,
terdapat nama Alquran yang berarti bacaan itu lebih banyak dari pada nama-nama
yang lainnya. Diantaranya dalah surat al Qiyamah ayat 16-18, Al Isra ayat 88,
al Baqarah ayat 85, dan lain lain.
c.
Nuzul al Quran
Menjelang umur 40 tahun, Nabi lebih suka berkhalwat di Gua Hira’.
Pada tanggal 17 ramadhan, selagi beliau di dalam gua, turunlah jibril membawa
wahyu ilahi dan menyuruh beliau membacanya, “bacalah”. Mendengar ucapan itu,
beliau terperanjat seraya menjawab, “aku tidak bisa membaca.” Beliau lalu
direngkuh ketat beberapa kali oleh ibril, dan berkata lebih lanjut, “bacalah”,
tapi beliau tetap menjawab, “aku tidak bisa membaca.” Peristiwa ini terjadi
hingga tiga kali. Dan akhirnya jiril berkata tepat pada surat al alaq ayat 1-5.
Inilah awal turunnya wahyu sekaligus turunnya Alquran. Dan
sebelumnya telah ada tanda-tanda yang menunjukkan bahwa wahuyu akan datang,
yakni mimpi.
Adapun proses turunnya Alquran ini melalui:
1.
Satu
jumlah diturunkan dari lauhul mahfudz ke langit dunia pada malam lailatul qadar
2.
Dari
langit bumi sampai pada manusia berangsur-angsur selama 23 tahun melalui
malaikat jibril yang menyampaikan pada Nabi.
Dalam firmanNya:
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ
Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur'an) pada
malam kemuliaan.
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ
وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ
بِكُمُ الْيُسْرَ وَلا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا
اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadan,
bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur'an sebagai petunjuk bagi
manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara
yang hak dan yang batil). Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di
negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan
itu, dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka
(wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada
hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki
kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu
mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu
bersyukur.
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ
sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang
diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan.
Ketiga ayat tersebut merupakan satu bukti bahwa Alquran
diturunkan pada malam lailatul qadar. Akan tetapi, para ulama berselisih
pendapat mengenai pehamahaman dalam ketiga ayat di atas. Adapun
pendapat-pendpat mereka adalah:
1.
Madzhab
pertama, yakni pendapat Ibn Abbas dan sejumlah ulama mengemukakan bahwa yang
dimaksud turunnya Alquran pada tiga ayat tersebut adalah turunnya Alquran
sekaligus ke bait al izaah di langit dunia agar para malaikat menghormati
kebesarannya. Lalu Alquran diturunkan kepada Rasul kita secara bertahap selama
23 tahun.
2.
Madzhab
kedua, yakni al Sya’bi bahwa yang dimaksud dalam ayat-ayat tersebut
adalahpermulaan turunnya Alquran kepada Rasulullah yang mana jatuh pada malam
lailatul qadar, yang kemudian turunnya
berangsur hingga 23 tahun.
3.
Madzhab
ketiga, berpendapat bahwa Alquran diturunkan ke langit dunia selama dua puluh
tiga malam lailatul qadar, yang pada setiap malamnya selama malam-malam
lailatul qadar itu ada yang ditentukan Allah untuk diturunkan pad setiap
tahunnya.
Dari beberapa pendapat tersebut, diduga pendapat pertama adalah
yang benar dan seringkali dipegang kebenarannya oleh banyak ulama.
Kemudian mengenai tanggal turunnya Alquran. Ada sekelompok golongan
yang tidak setuju bahwa Alquran diturunkan pada tanggal 17 ramadhan dengan
dalil hadis yang menyatakan bahwa lailatul qadar tidak jatuh pada tanggal 17
ramadhan. Padahal, sebenarnya dalam Alquran telah disebutkan mengenai hal
tersebut.
Firman Allah
إِنْ كُنْتُمْ آمَنْتُمْ بِاللَّهِ وَمَا أَنْزَلْنَا عَلَى عَبْدِنَا
يَوْمَ الْفُرْقَانِ يَوْمَ الْتَقَى الْجَمْعَانِ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang Kami
turunkan kepada hamba Kami (Quran) di hari Furqaan, yaitu di hari bertemunya
dua pasukan. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Saat turunnya ayat pertama kali disebut “yaumul furqan”
sehubung dengan Alquran yang merupakan pemisah antara yang haq dan bathil, dan
yaumul furqan itu bertepatan dengan hari bertemunya dua pasukan. Pasukan yang
dimaksud di sini adalah kaum muslimun dan pasukan musuh dalam perang badar,
sedang perang badar terjadi pada tanggal 17 ramadhan.[2]
Dalam Alquran tidak ada redaksi valid bahwa penyampai wahyu kepada
Nabi adalah malaikat jibril, tetapi sebenarnya nama malaikat jibril itu
tersirat dalam beberapa redaksi ayat, diantaranya:
وَإِنَّهُ لَتَنْزِيلُ
رَبِّ الْعَالَمِينَ نَزَلَ بِهِ
الرُّوحُ الأمِينُ عَلَى قَلْبِكَ
لِتَكُونَ مِنَ الْمُنْذِرِينَ بِلِسَانٍ
عَرَبِيٍّ مُبِينٍ
Dan sesungguhnya Al Qur'an ini benar-benar diturunkan
oleh Tuhan semesta alam, dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al Amin (Jibril), ke
dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang
yang memberi peringatan, dengan bahasa Arab yang jelas.
قُلْ نَزَّلَهُ رُوحُ الْقُدُسِ مِنْ رَبِّكَ بِالْحَقِّ لِيُثَبِّتَ
الَّذِينَ آمَنُوا وَهُدًى وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ
Katakanlah: "Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan Al
Qur'an itu dari Tuhanmu dengan benar, untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang
telah beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang
berserah diri (kepada Allah)".
Dari beberapa penafsiran menyebutkan bahwa maksud dari
ruh al qudus dan ruh al amin dalam ayat tersebut adalah malaikat jibril. Dari
sini jelas bahwa malaikta yang menyampaikan itu adalah malaikat jibril, bukan
malaikat yang lain.
Hikmah turunnya Alquran secara bertahap adalah:
1.
Menguatkan
dan meneguhkan hati Rasulullah
2.
Tantangan
dan mukjizat
3.
Mempermudah
hafalan dan pemahamannya
4.
Kesesuaian
dengan peristiwa-peristiwa dan pentahapan dalam penetapan hukum
d.
Makki Madani
Ulama berbeda pendapat dalam pemahaman
mengenai makki dan madani.
1. Dari turunnya. Makki adalah yang diturunkan sebelum hijrah meskipun bukan
di Mekkah dan madani adalah yang diturunkan sesudah hijrah sekalipun bukan di
Madinah.
2. Dari segi tempat turunnya. Makki adalah yang diturunkan di Mekkah dan
sekitarnya, seperti mina, Arafah, hudaibiyah. Dan madani ialah yang turun di
Madinah dan sekitarnya, seperti uhud, Quba dan Sil’.
3. Dari segi sasarannya. Makki adalah yang seruannya ditujukan kepada penduduk
Mekkah dan Madani adalah yang seruannya ditujukan kepada penduduk madinah
e.
Pembukuan Alquran
Pada masa turunnya Alquran, Alquran belum
ditulis pada benda-benda tulis resmi seperti saat ini. Alquran ketika itu
ditulis pada pelepah kurma, batu, saba, tulang-tulang binatang, dan lain
sebagainya. Dari alat-alat tersebut jels diketahui bahwa penulisan Alquran pada
saat itu masih berserakan. Maka, untuk menjaga keutuhan Alquran, perlu adanya
pengumpulan Alquran agar tidak berserakan dimana-mana. Adapun pengumpulan ini
memiliki dua arti:
1.
Pengumpulan dalam arti menghafal. Ini terjadi
pada masa Nabi.
2.
Pengumpulan dalam arti penulisan. Ini juga
terjadi pada masa Nabi.
Rasulullah telah mengangkat para penulis wahyu quran dari sahabat-sahabat
terkemuka. Seperti Ali, Mu’awiyah, Ubai bin Ka’ab, dan Zaid bin Tsabit. Bila
ayat turun, beliau memerintahkan mereka untuk menuliskannya dan menunjukkan
tempat ayat tersebut dalam surat, sehingga, penulisan dalam lembaran itu
membantu penghafalan dalam hati.
Selanjutnya, pengumpulan ini berlanjut pada masa
Khalifah Abu Bakar. Berawal dari perang Yamamah yang menewaskan sejumlah
penghafal Alquran, Umar memandang bahwa Alquran akan musnah jika tidak
dibukukan karena penghafalnya semakin minim pada waktu itu. Kemudian ia
berdiskusi dengan Abu Bakar tentang masalah ini. Awalnya, Abu Bakar menolaknya
karena keberatan melakukan hal yang tidak pernah dilakukan Nabi. Tetapi Umar
terus mendesaknya, dan Abu Bakar terbuka hatinya. Lalu ia memerintahkan Zad bin
Tsabit untuk membantu pengumpulan ini. Mengingat Zaid adalah salah satu penulis
wahyu pada masa Nabi.
Kemudian, kodifikasi Alquran ini berkembang
lagi pada masa Usman bin Affan. Berawal dari para qurra tersebar di berbagai
daerah Arab. Dan diketahui ternyata antara penduduk daerah satu dengan daerah
yang lain ini memiliki perbedaan bacaan. Dan mereka saling ricuh dengan
perbedaan tersebut, tanpa mengingat bahwa Alquran diturunkan dengan tujuh
huruf. Melihat fenomena ini, Hudzaifah melaporkan kepada Usman. Dari sinilah
muncul ide untuk mengumpulkan Alquran menjadi satu bacaan, yakni yang sekarang
terdapat pada rasm Usmani.
Dari sini dapat diketahui jelas bahwa
pengumpulan Alquran pada masa Abu Bakar dan usman berbeda. Yakni, motif yang
ada pada Abu Bakar adalah kekhawatiran akan hilangnya Alquran. Dan pada masa
usman, motifnya adalah menyeragamkan bahasa Alquran dengan satu bahasa demi persatuan umat.[3]